SEJARAH PERANG SALIB (bag:1)
Perang
Salib adalah kumpulan
gelombang dari pertikaian agama bersenjata yang dimulai oleh kaum Kristiani
pada periode 1095 – 1291; biasanya direstui oleh Paus atas nama Agama Kristen, dengan tujuan untuk menguasai kembali Yerusalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan Muslim dan awalnya diluncurkan sebagai
respon atas permohonan dari Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen
Ortodox Timur untuk melawan ekspansi dari Dinasti Seljuk yang beragama Islam ke Anatolia.
Istilah ini juga digunakan untuk
ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke 16 di wilayah di luar
Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan
dan kaum non-Kristiani untuk alasan campuran antara agama, ekonomi dan politik.
Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke
Tanah Suci selama Abad ke 11 sampai dengan Abad ke 13. “Perang Salib” lainnya
yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke 16 dan berakhir ketika iklim
politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance.
Perang Salib pada hakikatnya
bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini
dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu
pengetahuan.
Perang Salib berpengaruh sangat
luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa
bahkan masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal antara
kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi
Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya
dan berakhir dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel-kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat
itu. Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama yang
bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan
penguasa lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi
berikutnya ke Tanah Suci. Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim
dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan antara satu faksi
melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang Salib Kelima.
SITUASI DI EROPA
|
Asal mula ide perang salib adalah perkembangan yang
terjadi di Eropa Barat sebelumnya pada Abad Pertengahan, selain itu juga menurunnya
pengaruh Kekaisaran Byzantium di timur yang disebabkan oleh
gelombang baru serangan Muslim Turki. Pecahnya Kekaisaran Carolingian pada akhir Abad Ke-9,
dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-Kristen-an
bangsa-bangsa Viking, Slav dan Magyar, telah membuat kelas petarung
bersenjata yang energinya digunakan secara salah untuk bertengkar satu sama
lain dan meneror penduduk setempat. Gereja berusaha untuk menekan kekerasan
yang terjadi melalui gerakan-gerakan Pax Dei dan Treuga Dei.
Usaha ini dinilai berhasil, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman selalu
mencari tempat untuk menyalurkan kekuatan mereka dan kesempatan untuk
memperluas daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. Pengecualiannya
adalah saat terjadi Reconquista di Spanyol dan Portugal, dimana pada saat itu ksatria-ksatria dari Iberia
dan pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa bertempur melawan pasukan Moor Islam,
yang sebelumnya berhasil menyerang dan menaklukan sebagian besar Semenanjung Iberia dalam kurun waktu 2 abad dan
menguasainya selama kurang lebih 7 abad.
Pada tahun 1063, Paus
Alexander II
memberikan restu kepausan bagi kaum Kristen Iberia untuk memerangi kaum Muslim.
Paus memberikan baik restu kepausan standar maupun pengampunan bagi siapa saja
yang terbunuh dalam pertempuran tersebut. Maka, permintaan yang datang dari Kekaisaran Byzantium yang sedang terancam oleh
ekspansi kaum Muslim Seljuk, menjadi perhatian semua orang
di Eropa. Hal ini terjadi pada tahun 1074, dari Kaisar Michael VII kepada Paus Gregorius VII dan sekali lagi pada tahun 1095,
dari Kaisar Alexius I Comnenus kepada Paus Urbanus II.
Perang Salib adalah sebuah
gambaran dari dorongan keagamaan yang intens yang merebak pada akhir abad ke-11
di masyarakat. Seorang tentara Salib, sesudah memberikan sumpah sucinya, akan
menerima sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap
sebagai “tentara gereja”. Hal ini sebagian adalah karena adanya Kontroversi Investiture, yang berlangsung mulai tahun 1075 dan masih
berlangsung selama Perang Salib Pertama. Karena kedua belah pihak yang
terlibat dalam Kontroversi Investiture berusaha untuk menarik pendapat publik, maka
masyarakat menjadi terlibat secara pribadi dalam pertentangan keagamaan yang
dramatis. Hasilnya adalah kebangkitan semangat Kristen dan ketertarikan publik
pada masalah-masalah keagamaan. Hal ini kemudian diperkuat oleh propaganda
keagamaan tentang Perang untuk Keadilan untuk mengambil kembali Tanah Suci –
yang termasuk Yerusalem (dimana kematian, kebangkitan dan pengangkatan Yesus
ke Surga terjadi menurut ajaran Kristen) dan Antioch (kota Kristen yang pertama) - dari orang Muslim.
Selanjutnya, “Penebusan Dosa” adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi
dorongan bagi setiap orang yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara
menghindar dari kutukan abadi di Neraka. Persoalan ini diperdebatkan dengan
hangat oleh para tentara salib tentang apa sebenarnya arti dari “penebusan
dosa” itu. Kebanyakan mereka percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali,
mereka akan dijamin masuk surga pada saat mereka meninggal dunia. Akan tetapi,
kontroversi yang terjadi adalah apa sebenarnya yang dijanjikan oleh paus yang
berkuasa pada saat itu. Suatu teori menyatakan bahwa jika seseorang gugur
ketika bertempur untuk Yerusalemlah “penebusan dosa” itu berlaku. Teori ini
mendekati kepada apa yang diucapkan oleh Paus Urbanus II dalam
pidato-pidatonya. Ini berarti bahwa jika para tentara salib berhasil merebut
Yerusalem, maka orang-orang yang selamat dalam pertempuran tidak akan diberikan
“penebusan”. Teori yang lain menyebutkan bahwa jika seseorang telah sampai ke
Yerusalem, orang tersebut akan dibebaskan dari dosa-dosanya sebelum Perang Salib.
Oleh karena itu, orang tersebut akan tetap bisa masuk Neraka jika melakukan
dosa sesudah Perang Salib. Seluruh faktor inilah yang memberikan dukungan
masyarakat kepada Perang Salib Pertama dan kebangkitan keagamaan pada abad
ke-12.
Situasi
Timur Tengah
Keberadaan Muslim di Tanah Suci harus dilihat sejak
penaklukan bangsa Arab
terhadap Palestina dari tangan Kekaisaran Bizantium pada abad ke-7. Hal
ini sebenarnya tidak terlalu mempengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci
kaum Kristiani atau keamanan dari biara-biara dan masyarakat Kristen di Tanah
Suci Kristen ini. Sementara itu, bangsa-bangsa di Eropa Barat tidak terlalu
perduli atas dikuasainya Yerusalem–yang berada jauh di Timur–sampai ketika mereka
sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa
non-Kristen lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, kekuatan
bersenjata kaum Muslimlah yang berhasil memberikan tekanan yang kuat kepada
kekuasaan Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen
Orthodox Timur.
Titik balik lain yang berpengaruh
terhadap pandangan Barat kepada Timur adalah ketika pada tahun 1009, kalifah Bani Fatimiah, Al-Hakim
bi-Amr Allah
memerintahkan penghancuran Gereja Makam Suci (Church of The Holy Sepulchre). Penerusnya memperbolehkan
Kekaisaran Byzantium untuk membangun gereja itu kembali dan memperbolehkan para
peziarah untuk berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi banyak laporan yang
beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen.
Laporan yang didapat dari para peziarah yang pulang ini kemudian memainkan
peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada akhir abad itu.
Penyebab
Langsung
Penyebab langsung dari Perang Salib
Pertama
adalah permohonan Kaisar Alexius I kepada Paus Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran
tersebut. Hal ini dilakukan karena sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran
Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert, yang hanya berkekuatan 15.000
prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi
yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir
seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern). Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berlangsung antara gereja Katolik Barat dengan gereja Orthodox
Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif
atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang didapat amat besar dan hanya
sedikit bermanfaat bagi Alexius I. Paus menyeru bagi kekuatan
invasi yang besar bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi untuk merebut kembali Yerusalem, setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan
dinasti Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir.
Umat Kristen merasa tidak lagi bebas beribadah sejak Dinasti Seljuk menguasai
Baitul Maqdis.
Ketika Perang Salib
Pertama
didengungkan pada tahun 1095, para pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur untuk keluar
dari pegunungan Galicia dan Asturia, wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama
seratus tahun. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan Leon pada tahun 1085 adalah
kemenangan yang besar. Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan
faktor yang penting dan kaum Kristen yang meninggalkan para wanitanya di garis
belakang amat sulit untuk dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain selain
bertempur. Mereka tidak memiliki taman-taman atau perpustakaan untuk
dipertahankan. Para ksatria Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di
lingkungan asing yang dipenuhi oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat
dan merusak sekehendak hatinya. Seluruh faktor ini kemudian akan dimainkan
kembali di lapangan pertempuran di Timur. Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah kekuatan besar dari karakter Castilia, dengan perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi adalah
mati dalam pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.
Perang
Perang
Salib I
Pada musim semi tahun 1095 M,
150.000 orang Eropa, sebagian besar bangsa Perancis dan Norman, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar.
Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka mendirikan County Edessa dengan Baldawin sebagai raja. Pada tahun yang
sama mereka dapat menguasai Antiochea dan mendirikan Kepangeranan Antiokhia di Timur, Bohemond dilantik
menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul-Maqdis (15 Juli 1099 M) dan mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan rajanya, Godfrey. Setelah
penaklukan Baitul-Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka
menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan County Tripoli, Rajanya adalah Raymond.
Selanjutnya Syeikh Imaduddin Zanki pada tahun 1144 M, penguasa Moshul dan Irak, berhasil menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun ia wafat tahun 1146 M.
Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh Nuruddin
Zanki. Syeikh Nuruddin
berhasil merebut kembali Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M, seluruh
Edessa dapat direbut kembali.
Perang
Salib II
Kejatuhan County Edessa ini
menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib kedua. Paus Eugenius III menyampaikan perang suci yang disambut positif oleh
raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Condrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib
untuk merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka
dihambat oleh Syeikh Nuruddin Zanki. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Condrad II sendiri melarikan diri
pulang ke negerinya. Syeikh Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang kemudian
dipegang oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M, setelah berhasil
mencegah pasukan salib untuk menguasai Mesir. Hasil peperangan Shalahuddin yang
terbesar adalah merebut kembali Yerusalem pada tahun 1187 M, setelah beberapa bulan sebelumnya
dalam Pertempuran
Hattin, Shalahuddin
berhasil mengalahkan pasukan gabungan County Tripoli dan Kerajaan Yerusalaem
melalui taktik penguasaan daerah. Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Latin di
Yerussalem yang berlangsung selama 88 tahun berakhir. Sehabis Yerusalem, tinggal
Tirus merupakan kota besar Kerajaan Yerusalem yang tersisa.
Tirus yang saat itu dipimpin oleh Conrad dari
Montferrat
berhasil sukses dari pengepungan yang dilakukan Shalahuddin sebanyak dua kali.
Shalahuddin kemudian mundur dan menaklukan kota lain, seperti Arsuf dan Jaffa.
Perang
Salib III
Jatuhnya Yerussalem ke tangan
kaum muslimin sangat memukul perasaan tentara salib. Mereka pun
menyusun rencana balasan. Selanjutnya, tentara salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja Jerman, Richard the
Lionheart
raja Inggris, dan Philip
Augustus
raja Perancis memunculkan perang Salib III. Pasukan ini bergerak
pada tahun 1189 M dengan dua jalur berbeda. Pasukan Richard dan Philip melalui
jalur laut dan pasukan Barbarossa-saat itu merupakan yang terbanyak di
Eropa-melalui jalur darat, melewati Konstantinopel. Namun, Barbarossa meninggal di daerah Cilicia karena tenggelam di sungai,
sehingga menyisakan Richard dan Philip. Sebelum menuju Tanah Suci, Richard dan
Philip sempat menguasai Siprus dan mendirikan Kerajaan
Siprus. Meskipun mendapat
tantangan berat dari Shalahuddin, namun mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibu kota
kerajaan Latin. Philip kemudian balik ke Perancis untuk
"menyelesaikan" masalah kekuasaan di Perancis dan hanya tinggal
Richard yang melanjutkan Perang Salib III. Richard tidak mampu memasuki Palestina lebih jauh, meski bisa beberapa kali mengalahkan
Shalahuddin. Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat perjanjian antara tentara
salib dengan Shalahuddin yang disebut dengan Shulh
al-Ramlah.
Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah
ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu.
Perang
Salib IV
Pada tahun 1219 M, meleteus
kembali peperangan yang dikenal dengan Perang Salib periode keenam, dimana
tentara Kristen dipimpin oleh raja Jerman, Frederick II, mereka berusaha merebut Mesir
lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen
Qibthi. Dalam serangan
tersebut, mereka berhasil menduduki Dimyat, Raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik
al-Kamil,
membuat penjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia
melepaskan Dimyat, sementara al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina, Frederick
menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria. Dalam perkembangan berikutnya,
Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, di masa
pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya.
Ketika Mesir dikuasai oleh dinasti Mamalik yang menggantikan posisi Daulah
Ayyubiyyah,
pimpinan perang dipegang oleh Baybars, Qalawun dan Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang berkobar
di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana.
Kondisi
Sesudah Perang Salib
Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan
paling suci sendiri yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi
yang menyertai pergerakan tentara Salib melintasi Eropa dan juga perlakuan kasar
terhadap pemeluk Kristen
Orthodox Timur.
Kekerasan terhadap Kristen
Orthodox
ini berpuncak pada penjarahan kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana seluruh kekuatan tentara
Salib ikut serta. Selama terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi,
pendeta lokal dan orang Kristen berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan
Salib yang melintas. Orang Yahudi seringkali diberikan perlindungan di dalam
gereja atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu menerobos
masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.
Pada abad ke-13, perang salib
tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran yang tinggi di masyarakat. Sesudah
kota Acra jatuh untuk terakhir kalinya
pada tahun 1291 dan sesudah penghancuran bangsa Occitan (Perancis Selatan) yang berpaham Catharisme pada Perang Salib Albigensian, ide perang salib mengalami
kemerosotan nilai yang diakibatkan oleh pembenaran lembaga Kepausan terhadap
agresi politik dan wilayah yang terjadi di Katolik Eropa.
Orde Ksatria Salib mempertahankan
wilayah adalah orde Knights Hospitaller. Sesudah kejatuhan Acra yang terakhir, orde ini
menguasai Pulau Rhodes dan pada abad ke-16 dibuang ke Malta. Tentara-tentara Salib yang
terakhir ini akhirnya dibubarkan oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798.
Peninggalan
Benua
Eropa
Perang Salib selalu dikenang oleh bangsa-bangsa di
Eropa bagian Barat dimana pada masa Perang Salib merupakan negara-negara
Katolik Roma. Sungguh pun demikian, banyak pula kritikan pedas terhadap Perang
Salib di negara-negara Eropa Barat pada masa Renaissance.
Perang Salib amat mempengaruhi Eropa pada Abad Pertengahan. Pada masa itu, sebagian besar
benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan tetapi pada abad ke-14, perkembangan birokrasi
yang terpusat (dasar dari negara-bangsa modern) sedang pesat di Perancis, Inggris, Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian didorong oleh
dominasi gereja pada masa awal perang salib.
Meski benua Eropa telah bersinggungan dengan budaya Islam selama berabad-abad melalui hubungan antara Semenanjung Iberia dengan Sisilia, banyak ilmu pengetahuan di bidang-bidang sains,
pengobatan dan arsitektur diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama masa
perang salib.
Pengalaman militer perang salib juga memiliki pengaruh
di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai menggunakan bahan dari
batu-batuan yang tebal dan besar seperti yang dibuat di Timur, tidak lagi
menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai tambahan, tentara Salib
dianggap sebagai pembawa budaya Eropa ke dunia, terutama Asia.
Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan
penciptaan-penciptaan sains baru mencapai timur atau barat. Kemajuan bangsa Arab
termasuk perkembangan aljabar, lensa dan lain lain mencapai barat dan
menambah laju perkembangan di universitas-universitas Eropa yang kemudian
mengarahkan kepada masa Renaissance pada abad-abad berikutnya.
Perdagangan
Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan
balatentara yang besar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan
yang sebagian besar tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi, terlihat mengalami peningkatan
disebabkan oleh para pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini bukan
saja karena Perang Salib mempersiapkan Eropa untuk bepergian akan tetapi
lebih karena banyak orang ingin bepergian setelah diperkenalkan dengan
produk-produk dari timur. Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance
di Itali, karena banyak negara-kota di Itali yang sejak awal memiliki
hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan dengan negara-negara Salib,
baik di Tanah Suci maupun kemudian di daerah-daerah
bekas Byzantium.
Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang ke Eropa
yang sebelumnya tidak mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal.
Barang-barang ini termasuk berbagai macam rempah-rempah, gading, batu-batu
mulia, teknik pembuatan
barang kaca yang maju, bentuk awal dari mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil
tanaman Asia lainnya dan banyak lagi.
Keberhasilan untuk melestarikan Katolik Eropa, bagaimanapun, tidak dapat mengabaikan
kejatuhan Kekaisaran Kristen Byzantium, yang sebagian besar diakibatkan oleh
kekerasan tentara Salib pada Perang Salib Keempat terhadap Kristen Orthodox Timur,
terutama pembersihan yang dilakukan oleh Enrico
Dandolo
yang terkenal, penguasa Venesia dan sponsor Perang Salib Keempat. Tanah Byzantium adalah negara
Kristen yang stabil sejak abad ke-4. Sesudah tentara Salib mengambil alih
Konstantinopel pada tahun 1204, Byzantium tidak pernah lagi menjadi sebesar
atau sekuat sebelumnya dan akhirnya jatuh pada tahun 1453.
Melihat apa yang terjadi terhadap Byzantium, Perang
Salib lebih dapat digambarkan sebagai perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi Islam, ketimbang perlawanan Kristen
secara utuh terhadap ekspansi Islam. Di lain pihak, Perang Salib Keempat dapat
disebut sebuah anomali. Kita juga dapat mengambil suatu kompromi atas kedua
pendapat di atas, khususnya bahwa Perang Salib adalah cara Katolik Roma utama
dalam menyelamatkan Katolikisme, yaitu tujuan yang utama adalah memerangi Islam
dan tujuan yang kedua adalah mencoba menyelamatkan ke-Kristen-an, dalam konteks
inilah, Perang Salib Keempat dapat dikatakan mengabaikan tujuan yang kedua
untuk memperoleh bantuan logistik bagi Dandolo untuk mencapai tujuan yang
utama. Meski begitu, Perang Salib Keempat ditentang oleh Paus pada saat itu dan
secara umum dikenang sebagai suatu kesalahan besar.
Dunia
Islam
Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi
terlokalisir pada dunia Islam. Dimana persamaan antara “Bangsa Frank”
dengan “Tentara Salib” meninggalkan bekas yang amat dalam. Muslim secara
tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai pahlawan Perang Salib.
Pada abad ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan Arab dan
gerakan Pan-Islamisme masih terus menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah sebagai “perang salib”. Perang Salib dianggap oleh
dunia Islam sebagai pembantaian yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.
Konsekuensi yang secara jangka panjang menghancurkan
tentang perang salib, menurut ahli sejarah Peter Mansfield, adalah pembentukan mental dunia Islam yang cenderung
menarik diri. Menurut Peter Mansfield, “Diserang dari berbagai arah, dunia Islam berpaling
ke dirinya sendiri. Ia menjadi sangat sensitive dan defensive……sikap yang
tumbuh menjadi semakin buruk seiring dengan perkembangan dunia, suatu proses
dimana dunia Islam merasa dikucilkan, terus berlanjut.”
Komunitas
Yahudi
Ilustrasi
dalam Injil Perancis dari tahun 1250 yang menggambarkan pembantaian orang
Yahudi (dikenali dari topinya yakni Judenhut) oleh tentara Salib
Kekerasan tentara Salib terhadap bangsa Yahudi di
kota-kota di Jerman dan Hongaria, belakangan juga terjadi di Perancis dan Inggris, dan pembantaian Yahudi di Palestina dan Syria menjadi bagian yang penting
dalam sejarah Anti-Semit, meski tidak ada satu perang salib pun yang pernah
dikumandangkan melawan Yahudi. Serangan-serangan ini meninggalkan bekas yang
mendalam dan kesan yang buruk pada kedua belah pihak selama berabad-abad.
Posisi sosial bangsa Yahudi di Eropa Barat semakin merosot dan pembatasan
meningkat selama dan sesudah Perang Salib. Hal ini memuluskan jalan bagi
legalisasi Anti-Yahudi oleh Paus Innocentius III dan membentuk titik balik bagi Anti-Semit abad pertengahan.
Periode perang salib diungkapkan dalam banyak narasi
Yahudi. Di antara narasi-narasi itu, yang terkenal adalah catatan-catatan
Solomon bar Simson dan Rabbi Eliezer bar Nathan, “The Narrative of The Old
Persecution” yang ditulis oleh Mainz Anonymus dan “Sefer Zekhirah” dan “The
Book of Remembrance” oleh Rabbi Ephrain dari Bonn.
Pegunungan
Kaukasus
Di Pegunungan Kaukasus di Georgia, di dataran tinggi Khevsureti yang terpencil, ada sebuah suku
yang disebut Khevsurs yang dianggap merupakan
keturunan langsung dari sebuah kelompok tentara salib yang terpisah dari induk
pasukannya dan tetap dalam keadaan terisolasi dengan sebagian budaya perang
salib yang masih utuh. Memasuki abad ke-20, peninggalan dari baju perang,
persenjataan dan baju rantai masih digunakan dan terus diturunkan dalam
komunitas tersebut. Ahli ethnografi Rusia, Arnold
Zisserman,
yang menghabiskan 25 tahun (1842 – 1862) di pegunungan Kaukasus, percaya bahwa
kelompok dari dataran tinggi Georgia ini adalah keturunan dari tentara Salib
yang terakhir berdasarkan dari kebiasaan, bahasa, kesenian dan bukti-bukti yang
lain. Penjelajah Amerika Richard
Halliburton
melihat dan mencatat kebiasaan suku ini pada tahun 1935.
Sejarah Perang SALIB(bag:2)
Awal mula Perang Salib adalah Perang antar Gereja
dan Yahudi, jadi bukan bermula Perang antara Kristen dan Islam, yang
penengertian umum saat ini. Berikut adalah Riwayatnya:
Perang Salib Pertama dilancarkan pada 1095 oleh Paus Urban II untuk mengambil kuasa kota suci Yerusalem dan tanah suci Kristen dari Muslim. Apa yang dimulai sebagai panggilan kecil untuk meminta bantuan dengan cepat berubah menjadi migrasi dan penaklukan keseluruhan wilayah di luar Eropa
Perang Salib Pertama dilancarkan pada 1095 oleh Paus Urban II untuk mengambil kuasa kota suci Yerusalem dan tanah suci Kristen dari Muslim. Apa yang dimulai sebagai panggilan kecil untuk meminta bantuan dengan cepat berubah menjadi migrasi dan penaklukan keseluruhan wilayah di luar Eropa
Baik ksatria dan orang awam dari banyak negara di Eropa Barat, dengan
sedikit pimpinan terpusat, berjalan melalui tanah dan laut menuju Yerusalem dan
menangkap kota tersebut pada Juli 1099, mendirikan Kerajaan Yerusalem atau
kerajaan Latin di Yerusalem. Meskipun penguasaan ini hanya berakhir kurang dari
dua ratus tahun, Perang salib merupakan titik balik penguasaan dunia Barat, dan
satu-satunya yang berhasil meraih tujuannya.
Meskipun menjelang abad kesebelas sebagian besar Eropa memeluk agama Kristen secara formal — setiap anak dipermandikan, hierarki gereja telah ada untuk menempatkan setiap orang percaya di bawah bimbingan pastoral, pernikahan dilangsungkan di Gereja, dan orang yang sekarat menerima ritual gereja terakhir — namun Eropa tidak memperlihatkan diri sebagai Kerajaan Allah di dunia. Pertikaian selalu bermunculan di antara pangeran-pangeran Kristen, dan peperangan antara para bangsawan yang haus tanah membuat rakyat menderita.
Pada tahun 1088, seorang Perancis bernama Urbanus II menjadi Paus. Kepausannya itu ditandai dengan pertikaian raja Jerman, Henry IV — kelanjutan kebijakan pembaruan oleh Paus Gregorius VIII yang tidak menghasilkan apa-apa. Paus yang baru ini tidak ingin meneruskan pertikaian ini. Tetapi ia ingin menyatukan semua kerajaan Kristen. Ketika Kaisar Alexis dari Konstantinopel meminta bantuan Paus melawan orang-orang Muslim Turki, Urbanus melihat bahwa adanya musuh bersama ini akan membantu mencapai tujuannya. Tidak masalah meskipun Paus telah mengucilkan patriark Konstantinopel, serta Katolik dan Kristen Ortodoks Timor tidak lagi merupakan satu gereja. Urbanus mencari jalan untuk menguasai Timur, sementara ia menemukan cara pengalihan bagi para pangeran Barat yang bertengkar terus. Pada tahun 1095 Urbanus mengadakan Konsili Clermont. Di sana ia menyampaikan kotbahnya yang menggerakkan: "Telah tersebar sebuah cerita mengerikan ... sebuah golongan terkutuk yang sama sekali diasingkan Allah ... telah menyerang tanah (negara) orang Kristen dan memerangi penduduk setempat dengan pedang, menjarah dan membakar." Ia berseru: "Pisahkanlah daerah itu dari tangan bangsa yang jahat itu dan jadikanlah sebagai milikmu.""Deus vult! Deus vult! (Allah menghendakinya)," teriak para peserta. Ungkapan itu telah menjadi slogan perang pasukan Perang Salib. Ketika para utusan Paus melintasi Eropa, merekrut para ksatria untuk pergi ke Palestina, mereka mendapatkan respons antusias dari pejuang-pejuang Perancis dan Italia. Banyak di antaranya tersentak karena tujuan agamawi, tetapi tidak diragukan juga bahwa yang lain berangkat untuk keuntungan ekonomi. Ada juga yang ingin berpetualang merampas kembali tanah peziarahan di Palestina, yang telah jatuh ke tangan Muslim. Mungkin, para pejuang tersebut merasa bahwa membunuh seorang musuh non-Kristen adalah kebajikan. Membabat orang-orang kafir yang telah merampas tanah suci orang Kristen tampaknya seperti tindakan melayani Allah. Untuk mendorong tentara Perang Salib, Urbanus dan para paus yang mengikutinya menekankan "keuntungan" spiritual dari perang melawan orang-orang Muslim itu. Dari sebuah halaman Bible, Urbanus meyakinkan para pejuang itu bahwa dengan melakukan perbuatan ini, mereka akan langsung masuk surga, atau sekurang-kurangnya dapat memperpendek waktu di api penyucian.
Dalam perjalanannya menuju tanah suci, para tentara Perang Salib berhenti di Konstantinopel. Selama mereka ada di sana, hanya satu hal yang ditunjukkan: Persatuan antara Timur dan Barat masih mustahil. Sang kaisar melihat para prajurit yang berpakaian besi itu sebagai ancaman bagi takhtanya. Ketika para tentara Perang Salib mengetahui bahwa Alexis telah membuat perjanjian dengan orang-orang Turki, mereka merasakan bahwa "pengkhianat" ini telah menggagalkan bagian pertama misi mereka: menghalau orang-orang Turki dari Konstantinopel. Dengan bekal dari sang kaisar, pasukan tersebut melanjutkan perjalanannya ke selatan dan timur, menduduki kota-kota Antiokhia dan Yerusalem. Banjir darah mengikuti kemenangan mereka di Kota Suci itu. Taktik para tentara Perang Salib ialah "tidak membawa tawanan". Seorang pengamat yang merestui tindakan tersebut menulis bahwa para prajurit "menunggang kuda mereka dalam darah yang tingginya mencapai tali kekang kuda". Setelah mendirikan kerajaan Latin di Yerusalem, dan dengan mengangkat Godfrey dari Bouillon sebagai penguasanya, mereka berubah sikap, dari penyerangan ke pertahanan. Mereka mulai membangun benteng-benteng baru, yang hingga kini, sebagian darinya masih terlihat. Pada tahun-tahun berikutnya, terbentuklah ordo-ordo baru yang bersifat setengah militer dan setengah keagamaan. Ordo paling terkenal adalah Ordo Bait Allah (bahasa Inggris: Knights Templars) dan Ordo Rumah Sakit (bahasa Inggris: Knights Hospitalers). Meskipun pada awalnya dibentuk untuk membantu para tentara Perang Salib, mereka menjadi organisasi militer yang tangguh dan berdiri sendiri. Perang Salib pertama merupakan yang paling sukses. Meskipun agak dramatis dan bersemangat, berbagai upaya kemiliteran ini tidak menahan orang-orang Muslim secara efektif.
Meskipun menjelang abad kesebelas sebagian besar Eropa memeluk agama Kristen secara formal — setiap anak dipermandikan, hierarki gereja telah ada untuk menempatkan setiap orang percaya di bawah bimbingan pastoral, pernikahan dilangsungkan di Gereja, dan orang yang sekarat menerima ritual gereja terakhir — namun Eropa tidak memperlihatkan diri sebagai Kerajaan Allah di dunia. Pertikaian selalu bermunculan di antara pangeran-pangeran Kristen, dan peperangan antara para bangsawan yang haus tanah membuat rakyat menderita.
Pada tahun 1088, seorang Perancis bernama Urbanus II menjadi Paus. Kepausannya itu ditandai dengan pertikaian raja Jerman, Henry IV — kelanjutan kebijakan pembaruan oleh Paus Gregorius VIII yang tidak menghasilkan apa-apa. Paus yang baru ini tidak ingin meneruskan pertikaian ini. Tetapi ia ingin menyatukan semua kerajaan Kristen. Ketika Kaisar Alexis dari Konstantinopel meminta bantuan Paus melawan orang-orang Muslim Turki, Urbanus melihat bahwa adanya musuh bersama ini akan membantu mencapai tujuannya. Tidak masalah meskipun Paus telah mengucilkan patriark Konstantinopel, serta Katolik dan Kristen Ortodoks Timor tidak lagi merupakan satu gereja. Urbanus mencari jalan untuk menguasai Timur, sementara ia menemukan cara pengalihan bagi para pangeran Barat yang bertengkar terus. Pada tahun 1095 Urbanus mengadakan Konsili Clermont. Di sana ia menyampaikan kotbahnya yang menggerakkan: "Telah tersebar sebuah cerita mengerikan ... sebuah golongan terkutuk yang sama sekali diasingkan Allah ... telah menyerang tanah (negara) orang Kristen dan memerangi penduduk setempat dengan pedang, menjarah dan membakar." Ia berseru: "Pisahkanlah daerah itu dari tangan bangsa yang jahat itu dan jadikanlah sebagai milikmu.""Deus vult! Deus vult! (Allah menghendakinya)," teriak para peserta. Ungkapan itu telah menjadi slogan perang pasukan Perang Salib. Ketika para utusan Paus melintasi Eropa, merekrut para ksatria untuk pergi ke Palestina, mereka mendapatkan respons antusias dari pejuang-pejuang Perancis dan Italia. Banyak di antaranya tersentak karena tujuan agamawi, tetapi tidak diragukan juga bahwa yang lain berangkat untuk keuntungan ekonomi. Ada juga yang ingin berpetualang merampas kembali tanah peziarahan di Palestina, yang telah jatuh ke tangan Muslim. Mungkin, para pejuang tersebut merasa bahwa membunuh seorang musuh non-Kristen adalah kebajikan. Membabat orang-orang kafir yang telah merampas tanah suci orang Kristen tampaknya seperti tindakan melayani Allah. Untuk mendorong tentara Perang Salib, Urbanus dan para paus yang mengikutinya menekankan "keuntungan" spiritual dari perang melawan orang-orang Muslim itu. Dari sebuah halaman Bible, Urbanus meyakinkan para pejuang itu bahwa dengan melakukan perbuatan ini, mereka akan langsung masuk surga, atau sekurang-kurangnya dapat memperpendek waktu di api penyucian.
Dalam perjalanannya menuju tanah suci, para tentara Perang Salib berhenti di Konstantinopel. Selama mereka ada di sana, hanya satu hal yang ditunjukkan: Persatuan antara Timur dan Barat masih mustahil. Sang kaisar melihat para prajurit yang berpakaian besi itu sebagai ancaman bagi takhtanya. Ketika para tentara Perang Salib mengetahui bahwa Alexis telah membuat perjanjian dengan orang-orang Turki, mereka merasakan bahwa "pengkhianat" ini telah menggagalkan bagian pertama misi mereka: menghalau orang-orang Turki dari Konstantinopel. Dengan bekal dari sang kaisar, pasukan tersebut melanjutkan perjalanannya ke selatan dan timur, menduduki kota-kota Antiokhia dan Yerusalem. Banjir darah mengikuti kemenangan mereka di Kota Suci itu. Taktik para tentara Perang Salib ialah "tidak membawa tawanan". Seorang pengamat yang merestui tindakan tersebut menulis bahwa para prajurit "menunggang kuda mereka dalam darah yang tingginya mencapai tali kekang kuda". Setelah mendirikan kerajaan Latin di Yerusalem, dan dengan mengangkat Godfrey dari Bouillon sebagai penguasanya, mereka berubah sikap, dari penyerangan ke pertahanan. Mereka mulai membangun benteng-benteng baru, yang hingga kini, sebagian darinya masih terlihat. Pada tahun-tahun berikutnya, terbentuklah ordo-ordo baru yang bersifat setengah militer dan setengah keagamaan. Ordo paling terkenal adalah Ordo Bait Allah (bahasa Inggris: Knights Templars) dan Ordo Rumah Sakit (bahasa Inggris: Knights Hospitalers). Meskipun pada awalnya dibentuk untuk membantu para tentara Perang Salib, mereka menjadi organisasi militer yang tangguh dan berdiri sendiri. Perang Salib pertama merupakan yang paling sukses. Meskipun agak dramatis dan bersemangat, berbagai upaya kemiliteran ini tidak menahan orang-orang Muslim secara efektif.
1. Perang Salib Rakyat.Perang Salib Rakyat adalah bagian dari Perang
Salib pertama dan berakhir kira-kira enam bulan dari April 1096 sampai Oktober.
Perang ini juga dikenal sebagai Perang Salib Populer.
2.Perang Salib Jerman. Perang
Salib Jerman 1096 adalah bagian dari Perang Salib pertama di mana tentara
perang salib rakyat, kebanyakan dari Jerman, tidak menyerang Muslim namun orang
Yahudi. Meskipun anti-semitisme telah ada di Eropa selama berabad-abad, ini
merupakan pogrom massal pertama yang terorganisasi. Dalam beberapa kasus,
otoritas dan pemimpin keagamaan berusaha melindungi orang Yahudi.
3. Perang Salib 1101
adalah sebuah perang salib dari 3 gerakan yang terpisah, diatur tahun 1100 dan
1101 setelah kesuksesan Perang Salib Pertama. Perang Salib Pertama yang berhasil
menyarankan panggilan bantuan dari Kerajaan Yerusalem yang baru dibentuk, dan
Paus Paschal II mendorong adanya ekspedisi baru. Ia terutama mendorong yang
telah melakukan janji perang salib namun tidak pernah berangkat, dan yang telah
memutar balik selama perjalanan. Beberapa orang ini telah menerima caci maki di
rumahnya dan menghadapi tekanan agar kembali ke timur; Adela dari Blois, istri
Stephen, Raja Blois, yang telah melarikan diri dari Pertempuran Antiokhia tahun
1098, juga sangat kecewa dengan suaminya bahwa dia tidak akan mempersilahkannya
tinggal di rumah.
Perang Salib Kedua
Peta tahun 1140 yang menunjukan
jatuhnya Edessa di sebelah kanan peta, yang merupakan sebab terjadinya Perang
Salib Kedua. Peta tahun 1140 yang
menunjukan jatuhnya Edessa di sebelah kanan peta, yang merupakan sebab terjadinya
Perang Salib Kedua.
Perang Salib Kedua (berlangsung
dari sekitar tahun 1145 hingga tahun 1149) adalah Perang Salib kedua yang
dilancarkan dari Eropa, yang dilaksanakan karena jatuhnya Kerajaan Edessa pada
tahun sebelumnya. Edessa adalah negara-negara Tentara Salib yang didirikan
pertama kali selama Perang Salib Pertama (1095–1099), dan juga yang pertama
jatuh. Perang Salib Kedua diumumkan oleh Paus Eugenius III, dan merupakan
Perang Salib pertama yang dipimpin oleh raja-raja Eropa, yaitu Louis VII dari
Perancis dan Conrad III dari Jerman, dengan bantuan dari bangsawan-bangsawan
Eropa penting lainnya. Pasukan-pasukan kedua raja tersebut bergerak menyebrangi
Eropa secara terpisah melewati Eropa dan agak terhalang oleh kaisar Bizantium,
Manuel I Comnenus; setelah melewati teritori Bizantium ke dalam Anatolia,
pasukan-pasukan kedua raja tersebut dapat ditaklukan oleh orang Seljuk. Louis,
Conrad, dan sisa dari pasukannya berhasil mencapai Yerusalem dan melakukan
serangan yang "keliru" ke Damaskus pada tahun 1148. Perang Salib di
Timur gagal dan merupakan kemenangan besar bagi orang Muslim. Kegagalan ini
menyebabkan jatuhnya Kota Yerusalem dan Perang Salib Ketiga pada akhir abad ke-12.
Serangan-serangan yang berhasil hanya terjadi di luar laut Tengah. Bangsa Flem, Frisia, Normandia, Inggris, Skotlandia, dan beberapa tentara salib Jerman, melakukan perjalanan menuju Tanah Suci dengan kapal. Mereka berhenti dan membantu bangsa Portugis merebut Lisboa tahun 1147. Beberapa di antara mereka, yang telah berangkat lebih awal, membantu merebut Santarém pada tahun yang sama. Mereka juga membantu menguasai Sintra, Almada, Palmela dan Setúbal, dan dipersilahkan untuk tinggal di tanah yang telah ditaklukan, tempat mereka mendapatkan keturunan. Sementara itu, di Eropa Timur, Perang Salib Utara dimulai dengan usaha untuk merubah orang-orang yang menganut paganisme menjadi beragama Kristen, dan mereka harus berjuang selama berabad-abad.
Serangan-serangan yang berhasil hanya terjadi di luar laut Tengah. Bangsa Flem, Frisia, Normandia, Inggris, Skotlandia, dan beberapa tentara salib Jerman, melakukan perjalanan menuju Tanah Suci dengan kapal. Mereka berhenti dan membantu bangsa Portugis merebut Lisboa tahun 1147. Beberapa di antara mereka, yang telah berangkat lebih awal, membantu merebut Santarém pada tahun yang sama. Mereka juga membantu menguasai Sintra, Almada, Palmela dan Setúbal, dan dipersilahkan untuk tinggal di tanah yang telah ditaklukan, tempat mereka mendapatkan keturunan. Sementara itu, di Eropa Timur, Perang Salib Utara dimulai dengan usaha untuk merubah orang-orang yang menganut paganisme menjadi beragama Kristen, dan mereka harus berjuang selama berabad-abad.
Latar
belakang
Setelah terjadinya Perang Salib
Pertama dan Perang Salib 1101, terdapat tiga negara tentara salib yang
didirikan di timur: Kerajaan Yerusalem, Kerajaan Antiokhia, dan Kerajaan
Edessa. Kerajaan Tripoli didirikan pada tahun 1109. Edessa adalah negara yang secara
geografis terletak paling utara dari keempat negara ini, dan juga merupakan
negara yang paling lemah dan memiliki populasi yang kecil; oleh sebab itu,
daerah ini sering diserang oleh negara Muslim yang dikuasai oleh Ortoqid,
Danishmend, dan Seljuk. Baldwin II dan Joscelin dari Courtenay ditangkap akibat
kekalahan mereka dalam pertempuran Harran tahun 1104. Baldwin dan Joscelin
ditangkap kedua kalinya pada tahun 1122, dan meskipun Edessa kembali pulih
setelah pertempuran Azaz pada tahun 1125, Joscelin dibunuh dalam pertempuran
pada tahun 1131. Penerusnya, Joscelin II, dipaksa untuk bersekutu dengan
kekaisaran Bizantium, namun, pada tahun 1143, baik kaisar kekaisaran Bizantium,
John II Comnenus dan raja Yerusalem Fulk dari Anjou, meninggal dunia. Joscelin
juga bertengkar dengan Raja Tripoli dan Pangeran Antiokhia, yang menyebabkan
Edessa tidak memiliki sekutu yang kuat.
Sementara itu, Zengi, Atabeg dari
Mosul, merebut Aleppo pada tahun 1128. Aleppo merupakan kunci kekuatan di
Suriah. Baik Zengi dan raja Baldwin II mengubah perhatian mereka ke arah
Damaskus; Baldwin dapat ditaklukan di luar kota pada tahun 1129. Damaskus yang
dikuasai oleh Dinasti Burid, nantinya bersekutu dengan raja Fulk ketika Zengi
mengepung kota Damaskus pada tahun 1139 dan tahun 1140; aliansi dinegosiasikan
oleh penulis kronik Usamah ibn Munqidh.
Pada akhir tahun 1144, Joscelin II bersekutu dengan Ortoqid dan menyerang Edessa dengan hampir seluruh pasukannya untuk membantu Ortoqid Kara Aslan melawan Aleppo. Zengi, yang ingin mengambil keuntungan dalam kematian Fulk pada tahun 1143, dengan cepat bergerak ke utara untuk mengepung Edessa, yang akhirnya jatuh ketangannya setelah 1 bulan pada tanggal 24 Desember 1144. Manasses dari Hierges, Philip dari Milly dan lainnya dikirim ke Yerusalem untuk membantu, tetapi mereka sudah terlambat. Joscelin II terus menguasai sisa Turbessel, tetapi sedikit demi sedikit sisa daerah tersebut direbut atau dijual kepada Bizantium. Zengi sendiri memuji Islam sebagai "pelindung kepercayaan" dan al-Malik al-Mansur, "raja yang berjaya". Ia tidak menyerang sisa teritori Edessa, atau kerajaan Antiokhia, seperti yang telah ditakuti; peristiwa di Mosul memaksanya untuk pulang, dan ia sekali lagi mengamati Damaskus. Namun, ia dibunuh oleh seorang budak pada tahun 1146 dan digantikan di Aleppo oleh anaknya, Nuruddin. Joscelin berusaha untuk merebut kembali Edessa dengan terbunuhnya Zengi, tapi Nuruddin dapat mengalahkannya pada November 1146.
Pada akhir tahun 1144, Joscelin II bersekutu dengan Ortoqid dan menyerang Edessa dengan hampir seluruh pasukannya untuk membantu Ortoqid Kara Aslan melawan Aleppo. Zengi, yang ingin mengambil keuntungan dalam kematian Fulk pada tahun 1143, dengan cepat bergerak ke utara untuk mengepung Edessa, yang akhirnya jatuh ketangannya setelah 1 bulan pada tanggal 24 Desember 1144. Manasses dari Hierges, Philip dari Milly dan lainnya dikirim ke Yerusalem untuk membantu, tetapi mereka sudah terlambat. Joscelin II terus menguasai sisa Turbessel, tetapi sedikit demi sedikit sisa daerah tersebut direbut atau dijual kepada Bizantium. Zengi sendiri memuji Islam sebagai "pelindung kepercayaan" dan al-Malik al-Mansur, "raja yang berjaya". Ia tidak menyerang sisa teritori Edessa, atau kerajaan Antiokhia, seperti yang telah ditakuti; peristiwa di Mosul memaksanya untuk pulang, dan ia sekali lagi mengamati Damaskus. Namun, ia dibunuh oleh seorang budak pada tahun 1146 dan digantikan di Aleppo oleh anaknya, Nuruddin. Joscelin berusaha untuk merebut kembali Edessa dengan terbunuhnya Zengi, tapi Nuruddin dapat mengalahkannya pada November 1146.
Reaksi
dari barat
Berita
jatuhnya Edessa diberitakan oleh para peziarah pada awal tahun 1145, lalu
kemudian oleh duta besar dari Antiokhia, Yerusalem dan Armenia. Uskup Hugh dari
Jabala melaporkan berita ini kepada Paus Eugenius III, yang menerbitkan papal
bull Quantum praedecessores pada tanggal 1 Desember 1145, yang memerintahkan dilaksanakannya
Perang Salib Kedua. Hugh juga memberitahu Paus bahwa seorang raja Kristen timur
diharapkan akan memberi pertolongan kepada negara-negara tentara salib: ini
merupakan penyebutan Prester John yang pertama kali didokumentasikan. Eugenius
tidak menguasai Roma dan tinggal di Viterbo, namun demikian, perang salib
diartikan untuk lebih mengatur dan menguasai daripada Perang Salib Pertama:
beberapa pendeta akan diterima oleh paus, angkatan bersenjata akan dipimpin
oleh raja-raja terkuat dari Eropa, dan rute penyerangan akan direncanakan.
Tanggapan terhadap papal bull perang salib sedikit, dan harus dikeluarkan
kembali saat Louis VII akan mengambil bagian dalam ekspedisi. Louis VII dari
Perancis juga telah memikirkan ekspedisi baru tanpa campur tangan Paus, di mana
ia mengumumkan kepada istanannya di Bourges pada tahun 1145. Hal ini
diperdebatkan saat Louis merencanakan perang salibnya sendiri, saat ia hendak
memenuhi janjinya kepada saudaranya, Phillip, bahwa ia akan pergi ke Tanah
Suci, di mana ia akhirnya dihentikan oleh kematian. Mungkin Louis memilih
pilihannya dengan bebas dengan mendengar tentang Quantum Praedecessores. Dalam
beberapa hal, Kepala Biara Suger dan bangsawan lainnya tidak senang dengan
rencana Louis, di mana ia akan pergi dari kerajaan selama beberapa tahun. Louis
berkonsultasi dengan Bernard dari Clairvaux, yang menyuruhnya menemui kembali
ke Eugenius. Kini Louis telah mendengar tentang papal bull, dan Eugenius dengan
penuh semangat mendukung perang salib Louis. Papal Bull dikeluarkan kembali
pada tanggal 1 Maret 1146, dan Paus Eugenius memberikan kekuasaan kepada Bernard untuk
berceramah di Perancis. Bernard dari Clairvaux
berkhotbah kepada Tentara Salib Tidak terdapat antusias populer
untuk perang salib sebagaimana telah ada tahun 1095 sampai tahun 1096. Namun,
St. Bernard, salah satu orang terkenal diantara umat nasrani pada saat itu,
menemukan jalan bijaksana untuk mengambil salib sebagai arti mendapat
pengampunan dari dosa dan mencapai keagungan. Pada 31 Maret, dengan persembahan
Louis, dia menasehati keramaian di lapangan di Vézelay. Bernard berorasi, dan
orang-orang naik dan berteriak "Salib, berikan kami salib!", dan
mereka pergi untuk membuat salib. Tidak seperti perang salib pertama, perang
salib kedua menarik perhatian keluarga rajam seperti Eleanor dari Aquitaine,
Ratu Perancis, Thierry dari Elsas, Graf Flander, Henry, yang nantinya akan
menjadi graf Champagne, saudara Louis Robert I dari Dreux, Alphonse I dari
Tolosa, William II dari Nevers, William de Warenne, pangeran ketiga Surrey,
Hugh VII dari Lusignan, dan bangsawan dan uskup lainnya. Tapi bantuan lebih
banyak muncul dari orang-orang. St. Bernard menulis kepada uskup beberapa hari
kemudian: "Saya buka mulut saya, saya berbicara, dan dan akhirnya Tentara
Salib berjumlah menjadi tak terbatas. Desa dan Kota sekarang ditinggalkan. Anda
akan baru saja menemukan 1 laki-laki untuk 7 wanita. Dimana-mana anda akan
melihat janda yang suaminya masih hidup". Akhirnya disetujui bahwa tentara
salib akan berangkat dalam 1 tahun, selama waktu ini mereka akan membuat
persiapan dan membuat jalur menuju tanah suci. Louis dan Eugenius menerima
bantuan dari pemimpin-pemimpin dimana daerah mereka akan dilewati: Geza dari
Hongaria, Roger II dari Sisilia, dan kaisar Bizantium, Manuel I Comnenus,
meskipun Manuel ingin tentara salib untuk bersumpah kesetiaannya kepadanya,
seperti yang diminta Kakeknya, Alexius I Comnenus. Sementara itu, St. Bernard
melanjutkan untuk berkhotbah di Burgundi, Lorraine, dan Flanders. Seperti pada
Perang Salib Pertama, khotbah membuat serangan kepada orang Yahudi; seorang
pendeta fanatik Jerman bernama Rudolf adalah orang yang membuat terjadinya
pembantaian orang Yahudi di Cologne, Mainz, Worms, dan Speyer, dengan Rudolf
mengklaim orang Yahudi tidak berkontribusi secara finansial untuk menolong
tanah suci. St. Bernard dan uskup besar dari Cologne dan Mainz dengan hebat
menentang penyerangan itu, dan juga St. Bernard mengunjungi dari Flanders ke
Jerman untuk mengatasi masalah itu, dan juga St. Bernard meyakinkan para pendengar
Rudolf untuk mengikutinya. Bernard lalu menemukan Rudolf di Mainz dan berhasil
mendiamkannya, dan mengembalikannya ke biara.
Eleanor dari
Aquitaine
Saat
masih di Jerman, St. Bernard juga berkhotbah kepada Conrad III dari Jerman pada
bulan November tahun 1146, tapi Conrad tidak tertarik untuk berpartisipasi,
Bernard melanjutkan perjalanannya untuk berkhotbah di Jerman Selatan dan Swiss.
Namun, dalam perjalanannya pulang pada bukan Desember, dia berhenti di Speyer,
dimana, dalam kehadiran Conrad, dia mengantarkan khotbah emosional dimana dia
mengambil peran Yesus dan bertanya apa yang akan dia lakukan untuk kaisar. Lalu
Bernard berteriak "Orang!", "apa yang sebaikinya aku lakukan
untukmu yang tidak pernah kulakukan?" Conrad tidak bisa melawan lagi dan
bergabung dengan perang salib dengan banyak bangsawannya, termasuk Frederick
II. Seperti di Kota Vézelay,banyak orang juga ikut perang salib di
Jerman. Paus juga memimpin
perang salib di Spanyol, meskipun perang melawan orang Moor masih terjadi untuk
beberapa waktu. Dia memberikan Alfonso VII dari Kastilia indulgensi yang sama
ia berikan kepada tentara salib Perancis, dan seperti yang dilakukan Paus Urban
II tahun 1095, membuat orang Spanyol untuk bertarung untuk teritorinya sendiri
daripada bergabung dengan tentara salib. Dia memimpin Marseille, Pisa, Genoa,
dan kota lainnya untuk bertarung di Spanyol, tapi bagaimanapun memaksa orang
Italia, seperti Amadeus III dari Savoy untuk pergi ke timur. Eugenius tidak mau
Conrad berpartisipasi, dan berharap bahwa dia akan memberikan bantuan kerajaan
untuk klaimnya terhadap kepausan, tapi dia tidak melarangnya untuk pergi.
Eugenius III juga memimpin sebuah tentara salib di Jerman untuk melawan Wend,
yang adalah penganut pagan. Perang telah terjadi untuk beberapa waktu antara
orang Jerman dan orang Wend, dan mengambil bujukan Bernard untuk mempersilahkan
indulgensi diumumkan untuk Tentara Salib Wend. Ekspedisi ini tidak seperti
tentara salib tradisional, ini adalah ekspansi melawan pagan daripada melawan
orang Muslim, dan tidak dihubungkan dengan pertahanan tanah suci. Perang Salib
Kedua melihat melihat perkembangan menarik dalam arena baru perjalanan perang
salib.
Persiapan
Pada
tanggal 16 Februari 1147, tentara salib Perancis mendiskusikan tentang rute
penyerangan mereka nantinya. Mereka mendiskusikan hal itu di Kota Étampes.
Orang Jerman telah memilih untuk berpetualang melewati Hongaria, dimana Roger
II musuh dari Conrad dan jalur laut tidak dapat dijalankan. Banyak bagnsawan
Perancis tidak percaya jalur darat, dimana akan membawa mereka ke kekaisaran
Bizantium, reputasi masih menderita dari First Crusaders. Meskipun dipilih
untuk mengikuti Conrad, dan untuk memulainya pada tanggal 15 Juni. Roger II
melawan dan menolak untuk berpartisipasi. Di Perancis, Kepala Biara Suger dan
Raja William dari Nevers dipilih sebagai pengawas selama Raja sedang pergi berpartisipasi
dalam perang salib.
Di Jerman, khotbah lebih jauh dilakukan oleh Adam dari Ebrach, dan Otto dari Freising juga mengambil salib. Pada 13 Maret di Frankfurt, anak Conrad, Frederick IV dipilih sebagai raja, dibawah pengawasan Henry, Keuskupan Agung Mainz. Jerman berencana untuk maju pada bulan Mei dan bertemu orang Perancis di Konstantinopel. Selama pertemuan itu, pangeran Jerman yang lain memperluas ide perang salib kepada etnis Slavia yang tinggal di timur laut dari Kekaisaran Romawi Suci, dan dipimpin oleh Bernard untuk mengirim perang salib terhadap mereka. Pada 13 April, Eugenius mengkonfirmasi perang salib ini, membandingkan perang salib di Spanyol dan Palesitan. Dan pada tahun 1147, Perang Salib Wend juga muncul.
Di Jerman, khotbah lebih jauh dilakukan oleh Adam dari Ebrach, dan Otto dari Freising juga mengambil salib. Pada 13 Maret di Frankfurt, anak Conrad, Frederick IV dipilih sebagai raja, dibawah pengawasan Henry, Keuskupan Agung Mainz. Jerman berencana untuk maju pada bulan Mei dan bertemu orang Perancis di Konstantinopel. Selama pertemuan itu, pangeran Jerman yang lain memperluas ide perang salib kepada etnis Slavia yang tinggal di timur laut dari Kekaisaran Romawi Suci, dan dipimpin oleh Bernard untuk mengirim perang salib terhadap mereka. Pada 13 April, Eugenius mengkonfirmasi perang salib ini, membandingkan perang salib di Spanyol dan Palesitan. Dan pada tahun 1147, Perang Salib Wend juga muncul.
Alfonso I dari Portugis
Pada
pertengahan bulan Mei, rombongan pertama mens/thumb/5/55/AfonsoI-P.jpg/180px-AfonsoI-Pninggalkan
Inggris, terdiri dari orang Flem, Frisia, Normandia, Inggris, Skotlandia, dan
beberapa tentara salib Jerman. Tidak ada pangeran atau raja memimpin bagian
perang salib ini;
Inggris
pada saat itu di tengah-tengah anarkisme. Mereka tiba di Porto pada bulan Juni,
dan diyakinkan oleh uskup untuk melanjutkan perjalanan menuju Lisboa, dimana
Raja Alfonso telah pergi saat mendengar armada tentara salib menuju kesitu.
Pengepungan Lisboa dimulai pada 1 Juli dan berakhir pada 24 Oktober saat kota
itu jatuh ketangan tentara salib. Beberapa tentara salib bertahan di kota baru
yang baru direbut, dan Gilbert dari Hastings dipilih sebagai uskup, tapi banyak
armada melanjutkan ke timur pada Februari 1148. Hampir pada waktu yang sama,
orang Spanyol dibawah Alfonso VII dari Kastilia dan Ramon Berenguer IV dan
lainnya merebut Almería. Pada tahun 1148 dan 1149, mereka juga merebut Tortosa,
Fraga, dan Lerida.
Keberangkatan Jerman:
Tentara
Salib Jerman, tediri dari Franconia, Bavaria, dan Swabia meninggalkan tanah
mereka, juga pada Mei 1147. Ottokar III dari Styria bergabung dengan Conrad di
Wina, dan musuh Conrad, Geza II dari Hongaria akhirnya membiarkan mereka lewat
tanpa dilukai. Saat pasukan tiba di tertori Kekaisaran Bizantium, Manuel takut
mereka akan menyerang Bizantium, dan pasukan Bizantium bertugas agar tidak ada
masalah apapun. Ada pengepungan kecil dengan beberapa orang Jerman yang tidak
mau menurut di dekat Philippopolis dan di Adrianopel, dimana Jendral Bizantium
Prosouch bertarung dengan keponakan Conrad, yang nantinya akan menjadi kaisar,
Frederick. Hal yang membuat semakin buruk adalah beberapa pasukan Jerman tewas
karena banjir pada awal bulan September. Pada 10 September, mereka tiba di
Konstantinopel, dimana relasi dengan Manuel kecil dan orang Jerman
dipersilahkan untuk menyebrang menuju Asia Kecil secepat mungkin. Manuel mau
Conrad meninggalkan beberapa pasukannya dibelakang, untuk membantunya bertahan
melawan serangan dari Roger II, yang telah mengambil kesempatan untuk untuk merebut kota-kota di Yunani, tapi Conrad
menolak, walaupun adalah musuh dari Roger.
Di Asia Kecil, Conrad memilih untuk tidak menunggu orang Perancis, dan
maju menyerang Iconium, ibukota Kesultanan Rum. Conrad memisahkan pasukannya
menjadi 2 divisi, 1 dihancurkan oleh Seljuk pada tanggal 25 Oktober 1147 pada
Pertempuran Kedua Dorylaeum. Orang Turki Seljuk menggunakan taktiknya dalam
berpura-pura mundur, lalu membalas menyerang pasukan kecil kavalri Jerman yang
telah terpisah dari pasukan utama untuk mengejar mereka. Conrad mulau mundur ke
Konstantinopel, dan pasukannya diganggu oleh Turki Seljuk, yang menyerang dan
menaklukan penjaga depan. Bahkan Conrad terluka saat bertarung dengan mereka.
Divisi yang lain, dipimpin oleh Otto dari Freising, maju ke selatan pantai
Mediterania dan ditaklukan pada awal tahun 1148.
Keberangkatan perancis:
Tentara Salib Perancis berangkat
dari Metz pada bulan Juni, dipimpin oleh Louis, Thierry dari Elsas, Renaut I
dari Bar, Amadeus III dari Savoy dan saudaranya, William V dari Montferrat,
William VII dari Auvergne, dan lain-lain, bersama dengan pasukan Lorraine,
Bretagne, Burgundi, dan Aquitaine. Pasukan dari Provence, dipimpin oleh
Alphonse dari Tolosa, memilih untuk menunggu sampai bulan Agustus. Di Worms,
Louis bergabung dengan tentara salib dari Normandia dan Inggris. Mereka
mengikuti rute Conrad dengan damai, meskipun Louis datang dalam konflik dengan
Geza dari Hongaria sat Geza menemukan Louis telah mempersilahkan orang Hongaria
untuk bergabung dengan pasukannya.
Relasi dengan Bizantium juga
kecil, dan Lorrainer, yang telah maju, juga datang dengan konflik dengan orang
Jerman yang perjalanannya lebih lambat. Sejak negosiasi awal diantara Louis dan
Manuel, Manuel telah melaksanakan kampanye militer melawan Kesultanan Rüm,
menandatangani gencatan senjata dengan Mas'ud. Ini telah dilakukan sehingga
Manuel bebas mengkonsentrasikan pertahanan kekaisarannya dari tentara salib,
yang telah mendapat reputasi untuk pencurian dan penghianatan sejak Perang
Salib Pertama dan dituduh melakukan hal jahat di Konstantinopel. Relasi Manuel
dengan pasukan Perancis lebih baik daripada dengan orang Jerman, dan Luis
terhibur di Konstantinopel. Beberapa orang Perancis marah karena gencatan
senjata Manuel dengan Seljuk dan melakukan penyerangan di Konstantinopel, tapi
mereka dikendalikan oleh papal legate.
Saat pasukan dari Savoy, Auvergne, dan Montferrat bergabung dengan Louis di Konstantinopel, melewati Italia dan menyebrang dari Brindisi menuju Durres, seluruh pasukan perahu mereka menyebrangi Bosporus menuju Asia Kecil. Dalam tradisi yang dibuat oleh Kakek dari Manuel, Alexios I, Manuel menyuruh orang Perancis untuk mengembalikan teritori manapun yang direbutnya kepada Bizantium. Mereka disemangati oleh rumor bahwa orang Jerman telah merebut Iconium, tapi Manuel menolak memberi Louis satupun pasukan Bizantium. Bizantium baru saja diserang oleh Roger II dari Sisilia, dan semua pasukan Manuel diperlukan di Balkan. Baik Jerman dan Perancis memasuki Asia tanpa bantuan Bizantium, tidak seperti Perang Salib Pertama.
Orang Perancis bertemu sisa dari pasukan Conrad di Nicea, dan Conrad bergabung dengan pasukan Louis. Mereka mengikuti rute Otto dari Freising sepanjang pantai Mediterania, dan mereka tiba di Efesus pada bulan Desember, dimana mereka mempelajari kalau Turki Seljuk menyiapkan penyerangan untuk menyerang mereka. Manuel juga mengirim duta besar yang mengkomplain tentang menjarah dan merampas yang Louis lakukan disepanjang jalan, dan tidak ada tanggung jawab kalau Bizantium akan membantu mereka melawan Turki Seljuk. Setelah itu, Conrad jatuh sakit dan kembali ke Konstantinopel, dimana Manuel memeriksanya, dan Louis, tidak mendengarkan peringatan serangan Seljuk, maju keluar Efesus.
Saat pasukan dari Savoy, Auvergne, dan Montferrat bergabung dengan Louis di Konstantinopel, melewati Italia dan menyebrang dari Brindisi menuju Durres, seluruh pasukan perahu mereka menyebrangi Bosporus menuju Asia Kecil. Dalam tradisi yang dibuat oleh Kakek dari Manuel, Alexios I, Manuel menyuruh orang Perancis untuk mengembalikan teritori manapun yang direbutnya kepada Bizantium. Mereka disemangati oleh rumor bahwa orang Jerman telah merebut Iconium, tapi Manuel menolak memberi Louis satupun pasukan Bizantium. Bizantium baru saja diserang oleh Roger II dari Sisilia, dan semua pasukan Manuel diperlukan di Balkan. Baik Jerman dan Perancis memasuki Asia tanpa bantuan Bizantium, tidak seperti Perang Salib Pertama.
Orang Perancis bertemu sisa dari pasukan Conrad di Nicea, dan Conrad bergabung dengan pasukan Louis. Mereka mengikuti rute Otto dari Freising sepanjang pantai Mediterania, dan mereka tiba di Efesus pada bulan Desember, dimana mereka mempelajari kalau Turki Seljuk menyiapkan penyerangan untuk menyerang mereka. Manuel juga mengirim duta besar yang mengkomplain tentang menjarah dan merampas yang Louis lakukan disepanjang jalan, dan tidak ada tanggung jawab kalau Bizantium akan membantu mereka melawan Turki Seljuk. Setelah itu, Conrad jatuh sakit dan kembali ke Konstantinopel, dimana Manuel memeriksanya, dan Louis, tidak mendengarkan peringatan serangan Seljuk, maju keluar Efesus.
Seljuk menunggu menyerang, tapi
dalam pertarungan kecil diluar Efesus, orang Perancis menang, Mereka mencapai
Laodicea pada bulan Januari tahun 1148, hanya beberapa hari setelah pasukan
Otto dari Freising dihancurkan di daerah yang sama. Melanjutkan serangan,
barisan depan dibawah Amadeus dari Savoy terpisah dari sisa pasukan, dan
pasukan Louis diikuti oleh orang Turki, yang tidak menyadarinya. Orang Turki tidak
mengganggu dengan menyerang lebih jauh dan orang Perancis maju ke Adalia, yang
telah dihancurkan dari jauh oleh Seljuk, yang juga telah membakar tanah untuk
menghindari orang Perancis dari melengkapi makanannya, baik untuk diri mereka
maupun untuk orang Perancis. Louis ingin untuk melanjutkan dengan tanah demi
tanah, dan telah dipilih untuk mengumpulkan armada di Adalia dan berlabuh ke
Antiokhia. Setelah terlambat selama 1 bulan karena badai, hampir semua kapal
yang dijanjikan tidak tiba. Louis dan koleganya mengambil kapal untuk diri
mereka sendiri, dimana sisa pasukan harus melanjutkan serangan jauh ke
Antiokhia. Pasukan itu hampir dihancurkan seluruhnya, baik karena orang Turki
maupun karena sakit.
Perjalanan menuju Yerusalem:
Perjalanan menuju Yerusalem:
Louis tiba di Antiokhia pada
tanggal 19 Maret, setelah terlambat karena badai; Amadeus dari Savoy tewas di
Siprus selama perjalanan. Louis disambut oleh paman dari Eleanor, Raymond.
Raymond mengharapkannya membantunya bertahan melawan Seljuk dan menemaninya
dalam ekspedisi melawan Aleppo, tapi Louis menolak, dia lebih memilih untuk
memasuki Yerusalem daripada fokus dalam aspek militer. Eleanor menikmatinya,
tapi pamannya mau dia tetap disitu dan menceraikan Louis jika dia menolak
membantunya. Louis segera meninggalkan Antiokhia dan pergi ke Kerajaan Tripoli.
Setelah itu, Otto dari Freising dan sisa pasukannya tiba di Jerusalam pada awal
April, setelah itu Conrad segera sampai, dan Fulk, Patriarch dari Yerusalem,
dikirim untuk mengundang Louis bergabung dengan mereka. Armada yang berhenti di
Lisboa tiba pada saat ini, dan juga orang Provencals dibawah Aphonse dari
Tolosa. Alphonse sendiri telah tewas dalam perjalanan menuju Yerusalem,
diracuni oleh Raymond II dari Tripoli, keponakannya yang takut akan aspirasi
politiknya di Tripoli.
Dewan
Akko:
Di Yerusalem, fokus perang salib berubah di Damaskus, target yang
diincar oleh Raja Baldwin III dan Ksatria Templar. Conrad didesak untuk
mengambil bagian dalam ekspedisi ini. Saat Louis tiba, Haute Cour bertemu di
Akko pada tanggal 24 Juni. Ini adalah pertemuan paling spektakular dari Cour
dalam keberadaannya: Conrad, Otto, Henry II dari Austria, Frederick I, dan
William V dari Montferrat mewakili Kekaisaran Romawi Suci; Louis, Bertrand anak
dari Alphonse, Thierry dari Elsas, dan raja lainnya mewakili Perancis; dan dari
Yerusalem, Raja Baldwin, Ratu Melisende, Patriarch Fulk, Robert dari Craon,
Raymond du Puy de Provence, Manasses dari Hierges, Humphrey II dari Toron,
Philip dari Milly, dan Barisan dari Ibelin. Catatan, tidak ada yang datang dari
Antiokhia, Tripoli, ataupun dari Edessa datang. Beberapa orang Perancis
menyadari kalau kewajiban mereka terpenuhi, dan mau pulang; beberapa bangsawan
Yerusalem menunjuk bahwa tidak bijaksana untuk menyerang Damaskus, sekutu
mereka melawan Dinasti Zengid. Conrad, Louis, dan Baldwin berisikeras, dan pada
bulan Juli, pasukan itu bersiap di Tiberias.
Pertempuran Damaskus:
Pertempuran Damaskus:
Tentara Salib memilih untuk menyerang Damaskus dari timur, dimana kebun
akan memberi mereka makanan konstan. Mereka tiba pada tanggal 23 Juli, dengan
pasukan Yerusalem di garis depan, diikuti dengan Louis dan lalu Conrad sebagai
penjaga belakang. Orang Muslim berisap untuk serangan dan langsung menyerang
pasukan yang maju menuju perkebunan. Pasukan Salib mampu melawan mereka dan mengejar
mereka kembali ke Sungai Barada dan menuju Damaskus; setelah tiba diluar tembok
kota, mereka langsung menyerang Damaskus. Damaskus telah meminta bantuan dari
Saifuddin Ghazi I dari Aleppo dan Nuruddin dari Mosul, dan vizier, Mu'inuddin
Unur, memimpin serangan yang tidak berhasil pada kemah pasukan salib. Ada
konflik pada kedua kemah: Unur tidak mempercayai Saifuddin atau Nuruddin dari
menguasai seluruh kota jika mereka menawarkan bantuan; dan pasukan salib tidak
setuju siapa yang akan mendapatkan kota jika mereka merebutnya. Pada 27 Juli,
pasukan salib memilih untuk bergerak ke bagian timur kota, yang lebih sedikit
pertahanannya, tetapi memiliki sedikit persediaan makanan dari air. Nuruddin
telah tiba dan tidak mungkin untuk kembali ke posisi mereka yang terbaik.
Pertama Conrad, lalu sisa dari pasukan, memilih untuk mundur ke Yerusalem. Akibat:
Semua sisi merasa dikhianati oleh yang lain. Rencana lain baru dibuat untuk menyerang Ascalon, dan Conrad membawa pasukannya kesana, tapi tidak ada bantuan tiba, karena tidak ada kepercayaan karena kegagalan serangan Damaskus. Ekspedisi Ascalon ditinggalkan, dan Conrad kembali ke Konstantinopel, dimana Louis tetap berada di Yerusalem sampai tahun 1149. Kembali ke Eropa, Bernard dari Clairvaux juga dipermalukan, dan ketika dia hendak memanggil perang salib yang gagal, dia mencoba memisahkan dirinya dari fiasco perang salib kedua. Dia meninggal pada tahun 1153.
Semua sisi merasa dikhianati oleh yang lain. Rencana lain baru dibuat untuk menyerang Ascalon, dan Conrad membawa pasukannya kesana, tapi tidak ada bantuan tiba, karena tidak ada kepercayaan karena kegagalan serangan Damaskus. Ekspedisi Ascalon ditinggalkan, dan Conrad kembali ke Konstantinopel, dimana Louis tetap berada di Yerusalem sampai tahun 1149. Kembali ke Eropa, Bernard dari Clairvaux juga dipermalukan, dan ketika dia hendak memanggil perang salib yang gagal, dia mencoba memisahkan dirinya dari fiasco perang salib kedua. Dia meninggal pada tahun 1153.
Serangan Damaskus membawa malapetaka kepada Yerusalem: Damaskus tidak
lagi percaya kepada Kerajaan Tentara Salib, dan Kota itu diambil oleh Nuruddin
pada tahun 1154. Baldwin III akhirnya mengepung Ascalon pada tahun 1153, dimana
membawa Mesir kedalam konflik ini. Yerusalem mampu membuat kemajuan memasuki
Mesir, dengan singkat merebut Kairo pada tahun 1160. Namun, relasi dengan
Kekaisaran Bizantium dicampur, dan bantuan dari barat jarang setelah bencana
dari perang salib kedua. Raja Amalric I dari Yerusalem bersekutu dengan
Bizantium dan berpartisipasi dalam invasi Mesir tahun 1169, tapi ekspedisi ini
gagal. Pada tahun 1171, Saladin, keponakan dari salah satu jendarl Nuruddin,
menjadi Sultan Mesir, mempersatukan Mesir dan Siria dan mengepung kerajaan
tentara Salib. Setelah itu, aliansi dengan Bizantium berakhir dengan kematian
kaisar Manuel I pada tahun 1180, dan pada tahun 1187, Yerusalem diserang dan
direbut oleh Saladin. Pasukannya lalu menyebar ke utara dan merebut semua
ibukota dari semua daerah yang direbut tentara salib, menyulut terjadinya
Perang Salib Ketiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar